Masjid Jogokariyan yang ada Kampung Jogokariyan, Mantrijeron, Yogyakarta, kerap mencuri perhatian banyak orang belakangan ini.
Selain karena kegiatan dakwahnya yang selalu ramai, ada beberapa hal unik terkait dengannya.
Hal unik ini dijelaskan oleh Jayadi Amir Abu Nabil dalam status Facebook-nya, 3 Maret 2019 lalu.
Kesohoran masjid ini semakin viral saat beberapa akun Instagram ikut memostingnya, salah satunya adalah akun @makassar_iinfo.
“Bagi jamaah yang kehilangan apa pun di masjid ini, baik sendal, sepeda, atau bahkan motor, maka pengurus masjid bertanggung jawab menggantinya dengan yang baru dengan merek yang sama,” begitu Jayadi memulai statusnya.
Dia kemudian melanjutkan, bagi warga kampung yang muslim yang tidak pergi ke masjid akan didata.
Dia akan didatangi rumahnya oleh pihak masjid untuk dicarikan solusi dalam hidupnya.
“Kalau miskin dituntaskan, kalau anaknya tidak mampu sekolah langsung diberi beasiswa, kalau rumahnya rusak langsung dibedah denga uang saldo masjid,” tulisnya lagi.
Katanya, saldo masjid harus NOL RUPIAH setiap dilaporkan ke jamaah, tidak ada yang “menganggur”.
“Uang infak dan sedekah mesti langsung tersalurkan ke jamaah.”
Tak hanya itu, dari keterangan Jayadi, masjid ini juga menyediakan penginapan gratis untuk para musafir yang tidak mampu bayar hotel, fasilitasnya bintang tiga.
“Gratis makan, bahkan kalau ada musafir kehabisan ongkos ke masjid ini saja, dijamin dikasi ongkos pulang.”
Di masjid ini juga ada ATM beras.
“Yang tidak mampu beli beras ke masjid saja gesek ambil beras, yang sakit ada klinik masjid gratis, ada ngopi, ngeteh gratis tiap waktu.”
Yang juga menarik, masjid ini buka 24 jam dan pintunya enggak boleh digembok.
Semua persoalan jamaah masjid ini dikoordinasikan denga pengurus dan dicarikan solusinya.
Peran penting para pengrajin bantik setempat
Pembangunan Masjid Jogokariyan tak bisa dipisahkan dari peran penting para pengrajin batik dan tenun yang ada di sekitar situ.
Mereka yang tergabung dalam kelompok Koperasi Batik “Karang Tunggal” dan Koperasi Tenun “Tri Jaya” di awal bulan Jui 1966 telah berhasil membeli tanah wakaf seluas 600 m2.
Tanah itulah yang kemudian menjadi cikal bakal pembangunan masjid.
Para pengusaha batik dan tenun itu sebagian besar adalah simpatisan partai politik MASYUMI dan pendukung kegiatan dakwah Muhammadiyah.
Sebelumnya, para pelopor pembangunan masjid berpikir bahwa masjid itu akan lebih baik apabila dibangun di tempat yang strategis.
Persisnya di perempatan yang ada di tengah-tengah Kampung Jogokariyan.
Meski begitu, rencana ini sempat mau gagal, lantaran tanah yang ada di situ sudah dimiliki orang lain.
Tapi setelah melalukan beberapa diskusi, masjid akhirnya bisa didirikan di tempat yang direncanakan.
Pada tanggal 20 September 1965, dilakukan peletakan batu pertama di tanah tersebut.
Dan pada Agustus 1967, persis berbarengan dengan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, Masjid Jogokariyan diresmikan.